Suatu ketika, terdapat seorang pemuda di tepian telaga. Ia tampak
termenung. Tatapan matanya kosong, menatap hamparan air di depannya. Seluruh
penjuru mata angin telah di lewatinya, namun tak ada satupun titik yang
membuatnya puas. Kekosongan makin senyap, sampai ada suara yang menyapanya. Ada
orang lain disana. "Sedang apa kau disini anak muda?" tanya
seseorang. Rupanya ada seorang kakek tua. "Apa yang kau risaukan..?"
Anak muda itu menoleh ke samping, "Aku lelah Pak Tua. Telah berkilo-kilo
jarak yang kutempuh
untuk mencari kebahagiaan, namun tak juga kutemukan rasa itu dalam diriku. Aku telah berlari melewati gunung dan lembah, tapi tak ada tanda kebahagiaan yang hadir dalam diriku. Kemana kah aku harus mencarinya? Bilakah kutemukan rasa itu?" Kakek Tua duduk semakin dekat, mendengarkan dengan penuh perhatian. Di pandangnya wajah lelah di depannya. Lalu, ia mulai bicara, "di depan sana, ada sebuah taman. Jika kamu ingin jawaban dari pertanyaanmu, tangkaplah seekor kupu-kupu buatku. Mereka berpandangan. "Ya...tangkaplah seekor kupu-kupu buatku dengan tanganmu" sang Kakek mengulang kalimatnya lagi. Perlahan pemuda itu bangkit. Langkahnya menuju satu arah, taman. Tak berapa lama, dijumpainya taman itu. Taman yang yang semarak dengan pohon dan bunga-bunga yang bermekaran. Tak heran, banyak kupu-kupu yang berterbangan disana. Sang kakek, melihat dari kejauhan, memperhatikan tingkah yang diperbuat pemuda yang sedang gelisah itu. Anak muda itu mulai bergerak. Dengan mengendap-endap, ditujunya sebuah sasaran. Perlahan. Namun, Hap! sasaran itu luput. Di kejarnya kupu-kupu itu ke arah lain. Ia tak mau kehilangan buruan. Namun lagi-lagi. Hap!. Ia gagal. Ia mulai berlari tak beraturan. Diterjangnya sana-sini. Ditabraknya rerumputan dan tanaman untuk mendapatkan kupu-kupu itu. Diterobosnya semak dan perdu di sana. Gerakannya semakin liar. Adegan itu terus berlangsung, namun belum ada satu kupu-kupu yang dapat ditangkap. Sang pemuda mulai kelelahan. Nafasnya memburu, dadanya bergerak naik-turun dengan cepat. Sampai akhirnya ada teriakan, "Hentikan dulu anak muda. Istirahatlah." Tampak sang Kakek yang berjalan perlahan. Tapi lihatlah, ada sekumpulan kupu-kupu yang berterbangan di sisi kanan-kiri kakek itu. Mereka terbang berkeliling, sesekali hinggap di tubuh tua itu. "Begitukah caramu mengejar kebahagiaan? Berlari dan menerjang? Menabrak-nabrak tak tentu arah, menerobos tanpa peduli apa yang kau rusak?" Sang Kakek menatap pemuda itu. "Nak, mencari kebahagiaan itu seperti menangkap kupu-kupu. Semakin kau terjang, semakin ia akan menghindar. Semakin kau buru, semakin pula ia pergi dari dirimu." "Namun, tangkaplah kupu-kupu itu dalam hatimu. Karena kebahagiaan itu bukan benda yang dapat kau genggam, atau sesuatu yang dapat kau simpan. Carilah kebahagiaan itu dalam hatimu. Telusuri rasa itu dalam kalbumu. Ia tak akan lari kemana-mana. Bahkan, tanpa kau sadari kebahagiaan itu sering datang sendiri." Kakek Tua itu mengangkat tangannya. Hap, tiba-tiba, tampak seekor kupu-kupu yang hinggap di ujung jari. Terlihat kepak-kepak sayap kupu-kupu itu, memancarkan keindahan ciptaan Tuhan. Pesonanya begitu mengagumkan, kelopak sayap yang mengalun perlahan, layaknya kebahagiaan yang hadir dalam hati. Warnanya begitu indah, seindah kebahagiaan bagi mereka yang mampu menyelaminya.
Teman, mencari kebahagiaan adalah layaknya menangkap kupu-kupu. Sulit,
bagi mereka yang terlalu bernafsu, namun mudah, bagi mereka yang tahu apa yang
mereka cari. Kita mungkin dapat mencarinya dengan menerjang sana-sini, menabrak
sana-sini, atau menerobos sana-sini untuk mendapatkannya. Kita dapat saja
mengejarnya dengan berlari kencang, ke seluruh penjuru arah. Kita pun dapat
meraihnya dengan bernafsu, seperti menangkap buruan yang dapat kita santap
setelah mendapatkannya. Namun kita belajar. Kita belajar bahwa kebahagiaan tak
bisa di dapat dengan cara-cara seperti itu. Kita belajar bahwa bahagia bukanlah
sesuatu yang dapat di genggam atau benda yang dapat disimpan. Bahagia adalah
udara, dan kebahagiaan adalah aroma dari udara itu. Kita belajar bahwa bahagia
itu memang ada dalam hati. Semakin kita mengejarnya, semakin pula kebahagiaan
itu akan pergi dari kita. Semakin kita berusaha meraihnya, semakin pula
kebahagiaan itu akan menjauh. Teman, cobalah temukan kebahagiaan itu dalam
hatimu. Biarkanlah rasa itu menetap, dan abadi dalam hati kita. Temukanlah
kebahagiaan itu dalam setiap langkah yang kita lakukan. Dalam bekerja, dalam
belajar, dalam menjalani hidup kita. Dalam sedih, dalam gembira, dalam sunyi
dan dalam riuh. Temukanlah bahagia itu, dengan perlahan, dalam tenang, dalam
ketulusan hati kita. Saya percaya, bahagia itu ada dimana-mana. Rasa itu ada di
sekitar kita. Bahkan mungkin, bahagia itu "hinggap" di hati kita,
namun kita tak pernah memperdulikannya. Mungkin juga, bahagia itu berterbangan
di sekeliling kita, namun kita terlalu acuh untuk menikmatinya.
untuk mencari kebahagiaan, namun tak juga kutemukan rasa itu dalam diriku. Aku telah berlari melewati gunung dan lembah, tapi tak ada tanda kebahagiaan yang hadir dalam diriku. Kemana kah aku harus mencarinya? Bilakah kutemukan rasa itu?" Kakek Tua duduk semakin dekat, mendengarkan dengan penuh perhatian. Di pandangnya wajah lelah di depannya. Lalu, ia mulai bicara, "di depan sana, ada sebuah taman. Jika kamu ingin jawaban dari pertanyaanmu, tangkaplah seekor kupu-kupu buatku. Mereka berpandangan. "Ya...tangkaplah seekor kupu-kupu buatku dengan tanganmu" sang Kakek mengulang kalimatnya lagi. Perlahan pemuda itu bangkit. Langkahnya menuju satu arah, taman. Tak berapa lama, dijumpainya taman itu. Taman yang yang semarak dengan pohon dan bunga-bunga yang bermekaran. Tak heran, banyak kupu-kupu yang berterbangan disana. Sang kakek, melihat dari kejauhan, memperhatikan tingkah yang diperbuat pemuda yang sedang gelisah itu. Anak muda itu mulai bergerak. Dengan mengendap-endap, ditujunya sebuah sasaran. Perlahan. Namun, Hap! sasaran itu luput. Di kejarnya kupu-kupu itu ke arah lain. Ia tak mau kehilangan buruan. Namun lagi-lagi. Hap!. Ia gagal. Ia mulai berlari tak beraturan. Diterjangnya sana-sini. Ditabraknya rerumputan dan tanaman untuk mendapatkan kupu-kupu itu. Diterobosnya semak dan perdu di sana. Gerakannya semakin liar. Adegan itu terus berlangsung, namun belum ada satu kupu-kupu yang dapat ditangkap. Sang pemuda mulai kelelahan. Nafasnya memburu, dadanya bergerak naik-turun dengan cepat. Sampai akhirnya ada teriakan, "Hentikan dulu anak muda. Istirahatlah." Tampak sang Kakek yang berjalan perlahan. Tapi lihatlah, ada sekumpulan kupu-kupu yang berterbangan di sisi kanan-kiri kakek itu. Mereka terbang berkeliling, sesekali hinggap di tubuh tua itu. "Begitukah caramu mengejar kebahagiaan? Berlari dan menerjang? Menabrak-nabrak tak tentu arah, menerobos tanpa peduli apa yang kau rusak?" Sang Kakek menatap pemuda itu. "Nak, mencari kebahagiaan itu seperti menangkap kupu-kupu. Semakin kau terjang, semakin ia akan menghindar. Semakin kau buru, semakin pula ia pergi dari dirimu." "Namun, tangkaplah kupu-kupu itu dalam hatimu. Karena kebahagiaan itu bukan benda yang dapat kau genggam, atau sesuatu yang dapat kau simpan. Carilah kebahagiaan itu dalam hatimu. Telusuri rasa itu dalam kalbumu. Ia tak akan lari kemana-mana. Bahkan, tanpa kau sadari kebahagiaan itu sering datang sendiri." Kakek Tua itu mengangkat tangannya. Hap, tiba-tiba, tampak seekor kupu-kupu yang hinggap di ujung jari. Terlihat kepak-kepak sayap kupu-kupu itu, memancarkan keindahan ciptaan Tuhan. Pesonanya begitu mengagumkan, kelopak sayap yang mengalun perlahan, layaknya kebahagiaan yang hadir dalam hati. Warnanya begitu indah, seindah kebahagiaan bagi mereka yang mampu menyelaminya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar