Sepasang suami istri yang sudah menikah selama 7 tahun dan
memiliki 3 orang anak, terlibat dalam sebuah pertengkaran hebat. Begitu hebatnya
pertengkaran mereka, sampai akhirnya mereka memutuskan untuk bercerai,
mengakhiri kehidupan rumah tangga mereka secepat mungkin. Mereka menemui
seorang peguam, untuk melangsungkan perundingan pembagian harta diantara
mereka, perundingan berlangsung lancar, namun
akhirnya sebagian besar masalah terselesaikan, baik tanah, rumah, dan semua aset harta mereka dapat dibagi dan mencapai kepuasan kedua belah pihak. Hanya satu hal tidak ditemukan jalan keluarnya, yaitu mengenai pembagian anak [jangan lupa anak mereka tiga orang], baik si suami maupun si istri sama sama ingin mengasuh 2 anak, tidak ada yang mau mengalah, dan anak tidak mungkin dibelah dua seperti pada Zaman Sulaiman dulu. Akhirnya mereka menemui seorang tokoh agama, meminta nasehat bagaimana jalan keluar yang harus ditempuh. Sang Imam akhirnya memberika jalan keluar yang bijak, yaitu mereka diminta menunda perceraiannya selama satu tahun, mereka harus menambah satu orang anak selama satu tahun, bila Tuhan mengizinkan perceraian mereka, Tuhan akan memberikan tambahan satu anak, total menjadi 4 anak, sehingga mudah untuk dibagi diantara mereka berdua. Karena si suami dan si istri sangat serius untuk bercerai, mereka berusaha keras untuk menambah anak, dan akhirnya mereka berhasil. Setahun kemudian, ketika Sang Imam berjalan jalan, beliau bertemu dengan pasangan suami istri ini, sedang bergandengan tangan dengan mesra, sehingga Sang Imam bertanya, : "Apakah Kalian tidak berhasil menambah anak sehingga kalian batal bercerai?". Sang Suami lalu menjawab : "Tuhan maha pengasih, Dia memberikan kami tambahan anak, tapi sekaligus juga memberikan isyarat agar kami saling memaafkan dan saling mengasihi, kami memutuskan untuk tidak bercerai". "Bagaimana Tuhan memberikan isyaratNya?", tanya Sang Imam. "Tuhan memberikan kami tambahan anak, bukan satu anak, tapi dua anak, anak kembar !!".
akhirnya sebagian besar masalah terselesaikan, baik tanah, rumah, dan semua aset harta mereka dapat dibagi dan mencapai kepuasan kedua belah pihak. Hanya satu hal tidak ditemukan jalan keluarnya, yaitu mengenai pembagian anak [jangan lupa anak mereka tiga orang], baik si suami maupun si istri sama sama ingin mengasuh 2 anak, tidak ada yang mau mengalah, dan anak tidak mungkin dibelah dua seperti pada Zaman Sulaiman dulu. Akhirnya mereka menemui seorang tokoh agama, meminta nasehat bagaimana jalan keluar yang harus ditempuh. Sang Imam akhirnya memberika jalan keluar yang bijak, yaitu mereka diminta menunda perceraiannya selama satu tahun, mereka harus menambah satu orang anak selama satu tahun, bila Tuhan mengizinkan perceraian mereka, Tuhan akan memberikan tambahan satu anak, total menjadi 4 anak, sehingga mudah untuk dibagi diantara mereka berdua. Karena si suami dan si istri sangat serius untuk bercerai, mereka berusaha keras untuk menambah anak, dan akhirnya mereka berhasil. Setahun kemudian, ketika Sang Imam berjalan jalan, beliau bertemu dengan pasangan suami istri ini, sedang bergandengan tangan dengan mesra, sehingga Sang Imam bertanya, : "Apakah Kalian tidak berhasil menambah anak sehingga kalian batal bercerai?". Sang Suami lalu menjawab : "Tuhan maha pengasih, Dia memberikan kami tambahan anak, tapi sekaligus juga memberikan isyarat agar kami saling memaafkan dan saling mengasihi, kami memutuskan untuk tidak bercerai". "Bagaimana Tuhan memberikan isyaratNya?", tanya Sang Imam. "Tuhan memberikan kami tambahan anak, bukan satu anak, tapi dua anak, anak kembar !!".
Beberapa hikmah:
1. Menunda tindakan negatif sering bermanfaat, apalagi ketika
seseorang sedang dikuasai emosi. Ada baiknya jika kita sedang marah kita
menunda sesuatu yang ingin kita lakukan. Betapa banyak penghuni penjara yang
menyesal: mengapa ketika marah memukuli istri/anak/dsb sampai tewas....
2. Mampu mengendalikan marah [emosi] adalah kunci kebaikan,
sehingga nabi saw menekankan laa taghdhab [jangan marah] kepada sahabatnya.
3. Kisah diatas menunjukkan kasih sayang Allah, tetapi ada yang
lebih baik daripada kisah diatas yaitu pasangan suami isteri yang selalu
berhasil meredam pertengkaran mereka. Mungkin keluar rumah meninggalkan
isteri/suami yang marah untuk sebentar kemudian kembali membawa buah
tangan/peralatan baru kesukaannya akan membuatnya tersenyum, meminta maaf dan
berfikir betapa baiknya suaminya/isterinya.
4. Pertengkaran itu lumrah rumah tangga. Dengan pertengkaranlah
keharmonisan semakin terasa nikmat. Orang bijaksana akan menikmati pertengkaran
dan masa-masa setelahnya dengan tetap mengendalikan suasana agar tidak
sampai keluar dari sunnah Nabi saw. Karena pertengkaran itu seperti api:
sedikitnya bermanfaat tetapi besar dan luasnya membinasakan. Make Piss, Not War...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar